Selasa, 25 Februari 2014

Personil Rumah Persahabatan

Malam ini diluar jendela ku sedang turun rintik hujan. Alunan rintik hujannya sangat merdu, menenangkan. Aku suka, dan aku bahagia mendengarkannya.

Kali ini aku ingin bercerita tentang mereka. Tiga gadis unik yang telah merangkulku menjadi saudara-saudara mereka. Memberikan uluran tangannya untukku masuk dalam lingkaran kehidupan mereka di kampus orange ku tercinta. Meskipun, pada awal kakiku melangkah masuk dalam kempus tersebut, bukan mereka yang ada disebelahku. Bukan mereka yang menemaniku melangkah. Yah, akan kuceritakan secara singkat orang pertama yang menjadi teman dekatku diawal perkuliahan. Dia seorang gadis yang tinggi dan ceria, Seorang gadis yang memiliki semangat belajar yang tinggi dan seorang gadis yang selalu ada menemaniku. Kami bersama cukup lama (dalam ukuran mahasiswa baru), namun karena sesuatu hal yang tak ingin lagi ku ingat, kami terpisah, berjalan masing-masing. Kejadian itu cukup lama, hingga pada akhirnya, disalah satu kesempatan matakuliah yang mengharuskan kami saling berinteraksi, kami pun kembali berbaikan. Namun itulah kehidupan, sama seperti sebuah guci dari tanah liat, ketika kita menggenggamnya terlalu erat, mungkin saja iya takkan terjatuh, tapi justru tangan kita yang akan membuatnya retak, bahkan pecah. Dan ketika semuanya telah terjadi, guci itu takkan pernah kembali mulus seperti sedia kala. Ada luka yang membekas disana, yang mungkin takkan pernah pulih seperti awalnya, begitu pula pada persahabatan kami. Tapi bagaimana pun aku tetap bersyukur, karena kami tak harus putus komunikasi dengan lama.
Aku selalu percaya, Allah itu Maha Adil terhadap hamba-hambaNya, termasuk kepadaku. Kata pepatah, patah satu, tumbuh seribu. Pepatah itu mungkin saja benar (dan memang benar). Ketika dia pergi, Allah mengirimkanku seorang sahabat baru. Dia kecil, bahkan selalu dianggap sebagai anak kecil dalam kelas kami.

Ini dia gadis kecil yang akan ku ceritakan. Perkenalkan, namanya Nurhayati Takbir. Aku biasa memanggilnya dengan nama Tiong, karena itu adalah panggilan kesayanganku untuknya. Teman-teman selalu menganggunya dengan teriakan takbir yang besar, Allahu Akbar !!! Terkadang ia hanya tersenyum simpul, bukan karena dia orang yang sabar, namun tepatnya ia tak tau harus membalas apa. Hahaha. Anak kecil satu ini sangat berbeda dengan anak kecil lainnya. Jika biasanya anak kecil selalu merengek dan bersikap sangat manja, anak kecil yang satu ini sangat dewasa, dan bahkan sangat cerewet (maapin yoh, hehe). Dia gadis kecil yang sangat mandiri dan sangat lancar untuk urusan hitung menghitung. Lincah dan gesit, itulah cirinya, meskipun ketika ia sedang dihadapkan pada suatu masalah, ia pasti akan berubah 180 derajat. Ia akan diam dan memasang muka galaunya. Padahal, sebagian banyak teman-teman mengakui senyumannya yang manis ketika ia tersenyum. Hhhmmm, harus di akui kalau dia memang manis, hahaha. Sifat introvert yang dia punya benar-benar akan menguras otak kita untuk berputar mencari tau apa yang sedang ia pikirkan. Dia sangat tertutup, meskipun tidak semua hal ia simpan dengan sendirinya. Itulah Tiong dengan dirinya yang unik, hhaha.

Sahabat baruku yang kedua adalah sahabat dekat Tiong. Dari Tionglah awalnya aku mengenalnya, bahkan menjadi dekat dengannya. Tiong dan dia telah bersahabat sejak Tsanawiyah (SMP), den terus bersama hingga saat ini. Persahabatan mereka yang sudah sejak lama itu membuat mereka sudah saling mengetahui baik dan buruknya antara satu sama lain. Namanya St. Sarah Jacob, namun aku selalu memanggilnya dengan nama Jacki. Nama itu juga merupakan panggilan kesayanganku untuknya. Jacki seorang gadis yang awalnya sangat kalem dan pendiam. Badannya yang sangat kurus dan tinggi itu membuatnya kelihatan tak memiliki daya sama sekali. Gadis yang sangat ramah dan lembut diawal perkenalan kami. Senyuman manis dan hangat selalu ia pamerkan pada orang-orang disekitarnya.
Sikapnya pun tak kalah lincah dari Tiong, namun tidak dalam urusan mandi dan bersiap-siap. Kalau kalian tinggal bersamanya, jangan pernah membiarkannya untuk masuk kedalam kamar mandi duluan, karena sudah bisa dipastikan bahwa kalian akan terlambat untuk sampai ditempat tujuan. Hahaha. Jacki adalah telingaku. Pendengar paling setia ku. Meskipun ku tau, ia pasti sudah sangat bosan mendengarkan kisahku. Tapi aku salut, sangat jarang ia memperlihatkan kebosanannya untuk mendengarkanku. Semakin hari, Jacki semakin berubah. Ia bukan lagi gadis yang lemah, tapi ia sudah seperti super women. Sangat sibuk kesana kemari, mengurus segala organisasi yang ia jalani. Jika Tiong adalah seorang penghitung yang handal, Jacki adalah guru bahasa Inggris kami. Penerjemah ketika kami punya tugas kelompok yang menggunakan bahasa aneh itu. Itulah Jacki, yang semakin lama menjadi gadis yang sangat keras, tegas dan pemegang teguh pendirian. Satu hal yang paling berubah dari Jacki, jaman dahulu, ia sangat tidak bisa marah, namun sekarang, mulai lah banyak orang yang takut ketika melihatnya marah. Sikap dewasa yang ia miliki kini membungkusnya, menjadikannya seorang gadis yang tak lagi dipandang sebagai gadis lemah yang tak dapat berbuat apa-apa. Dan, itulah Jacki, dengan dirinya yang baru.

Gadis ketiga yang akan ku perkenalkan adalah Khaerunnisa. Aku biasa memanggilnya dengan panggilan kesayanganku, Saa. Gadis perkasa dan memiliki wajah sangat jutek diawal perkenalan kami. Hal yang telah kami ketahui bersama, pertama kali aku mengenalnya, aku sangat takut, dan bahkan tak ingin berteman dengannya. Aku masih ingat dengan sangat jelas pertemuan pertama kami. Saat itu di salah satu ruang perkuliahan dikampus kami, dia duduk di salah satu pojok paling belakang, dengan tetap sibuk memainkan handphone di tangannya. Duduk sendirian dan tak menghiraukan siapapun yang ada disekitarnya. (Mungkin) Satu-satunya teman terdekatnya saat itu hanya Jacki. Aku dan Tiong disatukan dalam satu kelas yang sama, begitu pula dengan Jacki dan Saa, mereka disatukan juga dalam satu kelas yang sama. Aku sama sekali tak mengenal Saa saat itu. Hanya karena satu kesempatan, pada akhirnya aku mengenalnya. Aku bahkan sangat takut untuk menengurnya. Tatapan mata yang ia miliki sangat menakutkan bagiku saat itu, bahkan dalam pemikiran awalku, Saa adalah anak yang sombong, karena tak pernah sekalipun aku melihatnya tersenyum. Yang pada akhirnya juga harus ku akui, senyum yang dimilikinya sama manisnya dengan snyum yang dimiliki Tiong dan Jacki. Namun, semakin hari, semakin lama bergaul bersama mereka, akhirnya aku tau, Saa bukan seperti bayanganku. Namun, Saa tak jauh berbeda dengan Jacki dan Tiong saat ini. Dia seorang gadis yang sangat keras, punya pendirian yang sangat kuat, dan bukan tipekal gadis yang suka bermanja-manja. Coba saja kalian sesekali bermanja padanya, dijamin, kalau kalian tidak dijitak olehnya, pasti dia akan meninggalkan kalian begitu saja. Saa anak bungsu dalam keluarganya, namun aku salut padanya, ia tidak seperti gadis bungsu selayaknya. Semangatnya yang besar membuat ia menjadi seorang sahabat yang bahkan rela jalan sendirian saja. Saa hampir sama dengan Jacki, namun, kalau Jacki selalu terlambat dalam urusan mandi dan bersiap-siap, Saa lebih sering terlambat dalam hal bangun. Katanya siih, biasanya dia tidak bangun terlambat (seharusnya), namun karena menurutnya masih banyak waktu, tidur yang sangat nikmat itu dilanjutkan lagi olehnya. Saa juga telingaku, meskipun berbeda dengan Jacki. Saa lebih banyak hanya diam mendengarku. Namun ketika ia lelah, maka saat itu juga ceritaku akan di akhiri olehnya. Hahaha. Dan itulah Saa, dengan sifatnya yang keras namun penyayang (padaku). 

Kuperkenalkan diriku sendiri. Ratu Ma'rifah Hala nama asliku, namun Chatu adalah nama kesayanganku. Entah bagaimana aku dimata ketiga sahabatku. Aku yang kadang kreatif. Aku yang terlalu lama hidup dengan kisah masa laluku. Aku yang tak tau berhenti bercerita seakan-akan selama ini cerita yang kusampaikan kepada mereka adalah cerita bersambung yang harus mereka dengarkan. Aku yang terlalu muda diantara mereka dan kadang masih sering bersifat kekanak-kanakan. Aku yang selalu mengeluh kepada mereka, dan aku yang terkenal dengan sifat yang aneh dan mood yang tak pernah beraturan. Juga aku yang terlalu sering rindu kepada mereka. Itulah aku, dengan diriku yang tak pernah jelas.




Itulah Kami. Personil dalam rumah kami. Rumah yang dibangun oleh rasa persahabatn dan persaudaraan yang sangat kuat. Hampir 4 tahun kami bersama. Membangun rumah dengan bata kasih sayang, semen persaudaraan, kerikil persahabatan, yang akhirnya kini berdiri dengan kokoh, meskipun hujan, panas, bahkan angin kapanpun akan datang berkunjung. Pernah beberapa kali, kami terpisah. Membentuk persahabatan yang baru dengan teman-teman yang lain. Tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Hilang entah kemana, tak bertemu, tak ada komunikasi antara satu sama lain. Namun pada akhirnya kami semua akan kembali. Pulang kerumah persahabatan kami. Menumpahkan segala rasa ada yang selama ini terpendam. Bercerita, menangis, menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi, tertawa, bahkan hanya duduk bersama bersenda gurau. Terasa hangat dalam rumah kami. Hangat dalam pelukan persahabatan itu. Saling merangkul disaat terjatuh, dan saling merindu disaat terpisah. 

Persahabatan ini terlalu indah kawan untuk kita sia-siakan. Toga dikepala kemudian hari tak harus menjadi akhir dari persahabatan ini. Izinkan rasa rindu terus bersemayam dalam hati kalian. Izinkan pohon kasih sayang terus tumbuh menjadi penyejuk persahabatan ini. Sampai kapanpun, kalian tetap menjadi sahabatku. Bahkan mungkin, jika suatu hari nanti kita terpisah jarak yang jauh satu sama lain. Namun kalian harus ingat, kita akan kembali ke rumah kita. Rumah persahabatan kita. Terima kasih untuk persahabatan yang indah ini.

1 komentar: