Minggu, 19 Januari 2014

Malam, (mungkin) Sahabatku

Dulu, malam selalu kunanti. Menjadi obat dari seluruh keresahan bersama mentari.
Dulu malam selalu menjadi sesuatu yang paling ku rindu, ketika pergantian hari kulalui bersama tawa dan rinduku.
Dulu, malam selalu menjadi sumber inspirasiku, ketika bulan dengan cerianya memancarkan cahaya nya kepada bintang.
Tapi sekarang, perlahan, aku mulai membenci malam.



Kini malam selalu menjadi kelam.
Menjadi kerajaan sepi dalam kehidupanku.
Menjadi selir, saksi seluruh buiran air mata yang jatuh.

Aku (mungkin) benci malam..
Ia yang selalu mengantarkan kisah yang tak pernah ingin ku jumpai.
Ia yang selalu menjadi sahabat setia cerita yang ingin kusimpan.
Ia yang selalu menjadi kekasih hujan dalam kerinduanku.

Aku (mungkin) benci malam..
Pembawa dentingan musik yang mengalun merdu namun menusuk
Pembawa senyum yang akhirnya melukai
Pembawa rindu yang akhirnya membunuh.

Kali ini aku resah,
menempatkan seluruh cerita yang telah diantarkan olehnya
menutup mata berharap segalanya segera berlalu
menutup telinga agar tak lagi mendengar desau angin pembawa rindu

Tuhan, segala cerita sudah Kau tempatkan pada ruangnya masing-masing
Aku tak ingin lagi menengoknya kembali
Terlalu lama luka itu (harus) bertahan
Terlalu banyak air mata yang harus ku tumpahkan
Meskipun itu semua hanya dalam hati.

Kini aku lagi-lagi hrus berjumpa dengan malam
tersenyum kepadanya, sebagaimana mestinya
mengajaknya bercerita, tertawa bahkan menangis bersama
Aku tak ingin membenci malam,
Namun ku ingin, malam bersamaku, disini.
Memelukku dalam sepi yang tak sanggup kulalui.
Menjadi pundak kala lelah membungkusku.
Menjadi telinga dalam setiap uraian ceritaku.
Menjadi mata yang tak pernah lelah menatap guratan muka yang kusut.

Aku ingin, malam tetap disini.
Menjadi sahabatku yang tak pernah jenuh..
Membuatku merasa nyaman, meskipun ditemani oleh air mata...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar